Minggu, 28 Juni 2015

Cerpen 8 Si Jenius dan Tampan Andhika

Si Jenius dan Tampan Andhika

Suatu hari, hiduplah seorang anak dari empat bersaudara bernama Andhika, putra kedua dari keluarga Alisha. Tidak seperti kakaknya yang pertama dengan insting dan refleks yang kuat, Andhika menggunakan otaknya yang cerdas untuk memenangkan permainan.

Anak-anak desa menyukai kecerdasan dan inteleknya sekaligus ketampanan yang dianugerahi kepadanya, bahkan banyak sekali anak gadis desa mengagumi bahkan sampai ingin memiliki seutuhnya. ‘Si Jenius dan Tampan Andhika’ begitulah kata anak-anak gadis desa. Setiap kali Andhika pergi bermain, pasti banyak anak-anak gadis desa yang ikut melihat atau bermain dan selalu berharap untuk menjadi bagian dari timnya.

Terkadang sering terjadi pertengkaran hebat diantara anak gadis untuk mendapatkan undian tim Andhika. Hal ini sering membuat teman-teman laki-lakinya iri, terkadang membencinya dan mengatakan dia berlaku curang. Akan tetapi, hal ini di sanggah oleh para anak gadis desa dan balik mencerca seseorang yang menganggapnya curang atau tidak adil.

Andhika, akan tetapi, tidak tertarik terhadap anak-anak gadis desanya dan terasa sangat mengganggu. Dia lebih tertarik terhadap satu orang yang menjadi sorotannya dan selalu terbayang di dalam tidurnya, yaitu Talisha. Adiknya sendiri yang sangat amat ia cintai.

Cintanya sudah melebihi cinta seorang kakak pada adik, dan menjadi cinta dua insan. Andhika merasa bahwa dia dan adiknya yang ke-3, Talisha, seharusnya hidup bersama dan membina rumah tangga bersama. Itulah perasaan Andhika dan pikirannya yang terlalu tinggi untuk anak seumur dirinya.

Dia pun akhirnya memutuskan untuk menyatakan cintanya kepada adik yang ia sangat cintai. Keesokan harinya, dia melihat adiknya bersama anak laki-laki yang berparas wajah jelek; kulitnya yang setengah bersisik dan mukanya yang ditutup oleh topeng kayu aneh, duduk berdua di bawah pohon. Si lelaki pun mengambil bunga randa tapak putih dan memegang tangan Talisha, dan mereka pun bersama-sama meniup bunga tersebut sehingga bibit randa tapak berterbangan dan terbawa angin.

Andhika pun kesal melihat hal ini dan merencanakan sesuatu yang bisa mencelakakan anak lelaki tersebut dan juga mengenyahkan anak-anak gadis yang terobsesi padanya. Dengan otaknya yang jenius dan pintar serta ketampanannya, dia akan membuat anak lelaki itu lenyap untuk selamanya.

Dia pun mengatakan kepada para anak gadis desa secara sembunyi-sembunyi “Siapa yang berhasil membunuh “anak itu” maka dia boleh memilikiku selamanya!” anak-anak gadis desa pun senang dengan kata “memiliki selamanya” dan akhirnya mereka membawa pisau bambu dan batu untuk membunuh lelaki itu.

Mereka pun mendatangi lelaki yang tengah bermesraan dengan Talisha. Mereka berdua ketakutan melihat para anak gadis memegang pisau bambu dan batu dengan ujung yang tajam. Mereka pun mulai melemparkan pisau bambu kepada si lelaki tersebut. Pisau-pisau yang tajam menancap pada dirinya dengan jumlah hampir lebih dari sepuluh pisau.

Darah bercucuran dari tubuh si lelaki yang kemudian jatuh dan terbujur kaku. Para gadis pun bersorak senang terkecuali Talisha, dia pun menangis histeris dan ketakutan. Di tengah  keributan akan sorakan para gadis, mereka mendengar suara langkah kaki dan ketika melihat gerombolan orang tua datang dari arah berlawanan, mereka panik. Di depan mereka ada Andhika yang melaporkan keributan tersebut.

Ini semua adalah rencana Andhika, dia menyuruh para anak gadis untuk melenyapkan seorang anak laki-laki dan menjebak mereka. Walaupun beberapa anak gadis kembali menuduh Andhika, dia tetap tidak bersalah dan tidak berdosa di mata para orang tua karena tidak ada bukti yang kuat yang bisa menyalahkan pemuda tampan itu. Para gadis pun akhirnya dipulangkan ke rumah dan dikekang di rumah sebagai ganjaran atas hukuman mereka membunuh seseorang.

Setiap hari kamis diadakan penyiksaan masal untuk menebus dosa para anak gadis yang membunuh orang tak berdosa selama 5 kali dalam seminggu. Tentu saja, Andhika menyaksikan dengan senyum puas di mulutnya. Penyiksaan sayatan dengan menyayat satu bagian tubuh dan tidak terlalu dalam, kemudian di bakar bekas sayatan tersebut, hal ini dilakukan berkali-kali sampai kendi kecil terisi dengan darah mereka. Jeritan dan rintihan rasa sakit adalah lagu bagi telinga Andhika.

Akhirnya saat bagi Andhika menyatakan cinta di tempat Talisha bermesraan bersama anak lelaki yang telah mati. Akan tetapi, Talisha mencampakkan cinta kakaknya dan mengatakan bahwa mereka bersaudara dan sedarah yang tabu untuk bersatu dan menjalin hubungan. Keesokan harinya,  Andhika dan Tulisha mendadak menghilang dari desa itu dan entah kemana perginya tiada yang tahu, hanya bau yang sangat amis dan bekas kulit ular memenuhi kamarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar